3 tahun lalu, saat aku menginjakkan kakiku kembali di Surabaya
Terang saja aku
menantinya
Terang saja aku
mendambanya
Terang saja aku
merindunya
Karena dia, karena
dia begitu indah
Terdengar
lirik lagu dari band asal kota Surabaya, Padi yang dinyanyikan oleh dua orang
seniman jalanan di atas bis yang aku tumpangi sekarang. Entahlah, mungkin
mereka berharap bisa menjadi penyanyi terkenal seperti band kebanggan kota
mereka ini.
Surabaya,
kota penuh kenangan bagiku. 10 tahun bukan waktu yang sebentar aku tinggal di Jawa Timur. diantaranya di Surabaya ini.
Di kota metropolitan yang dikenal dengan kota pahlawan, tempat bung tomo
meneriakkan takbir yang membakar semangat perjuangan melawan penjajah belanda.
Ah, aku bukan ingin bercerita tentang sejarah kota ini, aku ingin mengenang
kota ini sebagai kota keduaku.
Setelah
lama berpisah, aku injakkan kembali kakiku disini. Bukan untuk tinggal, namun
untuk urusan bisnis. Aku lihat banyak sekali perubahan di kota ini. Apartemen
dan Mall yang dulu masih dalam proses pembangunan, sekarang berdiri tegak
menjulang bak arjuna. Jalanan kota Surabaya yang dulu masih dapat dilalui
dengan lancar, sekarang mulai tersendat. Taman-taman kota dan ikon Surabaya,
patung Suro dan Boyo masih terawat dengan baik. Infrastruktur di Surabaya dan
Jawa Timur pada umumnya memang bagus dan terawat sejak dulu, setidaknya sejak
aku mulai menetap disini tahun 2000.
Setelah urusanku selesai, aku pun bersiap-siap pulang.
Sebelum ke Jakarta, aku harus mampir ke Semarang. Hotelku ada di jl. Ahmad
yani, lebih dekat ke terminal bungurasih. Aku pilih naik bis saja ke semarang.
Setelah check out dari hotel, aku naik bis dalam kota ke terminal. Perjalanan
singkat dengan bis ini, mengingatkanku saat-saat kuliah disini dulu.
Aku memilih duduk di belakang, karena penumpang sedikit.
Tak lama setelah dua seniman jalanan yang menyanyikan lagu Padi tadi turun,
naik seorang ibu. Namun, ibu itu memilih berdiri disamping pintu, seperti ini
.
Kemudian, sayup-sayup
aku dengar seorang anak bernyanyi dalam bis, di tengah-tengah penumpang yang
mulai berangsur turun. Ah, anak sekecil itu seharusnya sedang belajar di sekolah
saat ini agar dapat merajut masa depan dengan cahaya. Sekarang, dia mungkin
sedang berjuang mencari sesuap nasi untuk adik-adiknya atau keluarganya. Di
kota besar, semua serba mahal. Kalau gak kerja, ya gak makan. Kalau mau makan,
ya kerja.
Hal-hal
seperti ini, terkadang sulit bagi masyarakat. Bagaimana tidak, seorang anak
kecil bernyanyi mengharap belas kasih dan ratusan rupiah. Begitu pula dengan
pengemis dan para tuna susila lainnya yang masih terlihat sehat dan segar. Pertama,
mereka bernyanyi dan meminta belas kasih di atas kendaraan umum yang pastinya
penumpangnya pun bukan orang yang berkelebihan harta. Apabila mereka kaya,
tentu mereka tidak menggunakan kendaraan umum bukan? Kedua, keadaan
mereka yang masih muda,segar atau yang belum waktunya membuat masyarakat
enggan. Masyarakat berpikir mereka masih muda dan sehat, masih bisa bekerja. Mengapa
tidak mencari pekerjaan yang lebih layak? Mereka masih kecil,seharusnya mereka
sedang belajar di sekolah, bukan di sini. Mengapa anak-anak ini tidak sekolah? Ketiga,
bukan rahasia umum lagi kalau sebagian mereka mempunyai pendapatan yang lebih
besar daripada mereka yang memberi. Keempat, mereka menjadikan anak-anak
sebagai produk penarik iba masyarakat, parahnya lagi anak-anak itu sebagian
senang dengan profesi ini. Adapun yang dewasa, sebagian mereka bersikap
kasar dan memaksa. Sikap tersebut meresahkan masyarakat tentunya
Bis yang
aku tumpangi sudah tiba di terminal Bungurasih. sisa-sisa penumpang pun
berangsur turun termasuk ibu yang berdiri di samping pintu tadi.
Aku
tulis ini bukan untuk menghina profesi tersebut atau karena tidak mau saling
berbagi. Tak ada niatan pula untuk mencerca dan memandang sebelah mata mereka. Namun,
agar masyarakat serta penyelenggara negara sadar masalah mendasar bangsa ini,
kemiskinan dan kebodohan. Kemudian bersama menemukan jalan dan mengatasi kemiskinan dan
kebodohan ini. Alangkah indahnya jika kita mulai peduli dengan lingkungan
sekitar dan generasi penerus bangsa, terlebih jutaan anak-anak dibawah umur.
Bukankah program-program
pemerintah, khususnya sejak pemerintahan SBY kemarin banyak yang bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan dan kecerdasan masyarakat kurang mampu? Memang
betul, diantarannya program Dinas Pendidikan, dalam bidang Pendidikan Non Formal,
yakni, pendidikan masyarakat, pelatihan keterampilan dan kegiatan belajar
masyarakat, program pengentasan buta aksara, dan program lainnya. Begitu pula
dengan dinas-dinas pemerintahan yang terkait lainnya. Namun, harus diakui kalau
gaungnya belum terdengar sampai ke seluruh lapisan masyarakat. Disinilah peran
pemerintah sekarang untuk meningkatkan penyampaian informasi dan promosi
program-program untuk masyarakat langsung tersebut. Lalu, masyarakat melalui RT/RW
mendorong mereka untuk ikut serta dalam program-program tersebut.
Selain program pemerintah,
banyak pula masyarakat baik individu atau organisasi yang telah tergugah
nuraninya untuk menyelamatkan anak-anak bangsa. Diantaranya, panti asuhan,
panti sosial, pesantren, dan lembaga pendidikan untuk anak yatim dan kurang
mampu. Sungguh, sangat mulia mereka. Salam hormatku bagi mereka para pengurus
anak-anak yatim dan kurang mampu. Bantuan dan dukungan moril serta materil
sangat mereka perlukan untuk nafas aktifitas sosial ini.
Akhirnya,
tak ada kata yang pantas kita ucapkan setelah usaha selain doa. “Ya Allah,
Ya Tuhan kami, lindungi kami, lindungi negeri ini. Berilah kemudahan, jauhkan
kemungkaran. Berilah secercah cahaya untuk masa depan kami dan anak-anak kami.
Ya Allah, hanya pada-Mu lah kami memohon. Ya Allah kabulkanlah doa kami. Amin”